Tragedi Rohingya: Israel Pasok Senjata Tentara Myanmar
"Senjata dari Israel digunakan dalam pembersihan etnis dan agama yang dilakukan oleh tentara Myanmar terhadap minoritas Rohingya. Ini memunculkan penganiayaan terhadap 700.000 Muslim yang dibantai dan diusir dari negara mereka," ujar penulis Israel dan wartawan Tsur Shezaf dalam sebuah artikel yang diterbitkan. oleh surat kabar Israel Yedioth Ahronoth.
Shezaf melanjukan, Israel berkontribusi terhadap penderiktaan Muslim Rohingya karena menolak untuk mematuhi resolusi boikot internasional PBB yang mencegah memasok senjata ke. Selain itu, dia juga mencatat, Israel terus -melalui pasukannya- memberikan layanan militer mulai dari keamanan hingga teknologi militer. “Israel dan Myanmar memiliki ikatan sejarah yang panjang, dan tidak masuk akal jika kita mengulangi kesalahan yang sama seperti yang kita buat di Afrika Selatan selama rezim apartheid ini, dengan Myanmar yang melakukan kejahatan pembersihan etnis. Saat ini, Israel telah berkontribusi munculnya tragedi baru” ujar Shezaf dilansir dari Middleeastmonitor
Dia menegaskan, Israel terus mendukung tindakan-tindakan Myanmar, melalui pengiriman senjata dan perlengkapan militer meskipun ada pembunuhan massal, penghancuran properti dan pemerkosaan yang dilakukan oleh Tentara Myanmar. "Ini adalah hal yang tidak bisa dibenarkan. Nantinya akan menghasilkan pembentukan kamp pengungsi baru di sekitar Myanmar, khususnya di Bangladesh, dan dari sana lebih banyak kelompok bersenjata yang akan muncul". Menurutnya, etnis Rohingya menjadi sasaran deportasi sistematis dan pembersihan etnis oleh Myanmar dan Budha terutama di sisi barat Myanmar. Mereka dipaksa untuk tinggal di kamp pengungsian yang didirikan di salah satu daerah kecil di Bangladesh.
Baca: Sekjen PBB: Aku tidak Pernah Luma Derita Rohingya
Dari kamp tersebut, Shezaf menunjukkan beberapa wanita Rohingya masih memiliki bayi akibat perkosaan yang dilakukan oleh tentara Myanmar, polisi dan biarawan Budha.
“Mereka hidup di tengah-tengah keadaan dan lingkungan yang buruk, di mana mereka tidak memiliki kondisi hidup yang layak. Hari ini, setelah masa depan Rohingya hampir hilang, PBB baru sadar dan secara resmi menyatakan bahwa Myanmar, termasuk tentara, polisi serta pendirian Buddha dan bahkan Perdana Menteri dan pemenang Nobel Aung San Suu Kyi, semua bertanggung jawab atas tragedi ini"